Jumat, 02 Desember 2011

Special Treatment For A Special Person

Penulis: Bambang Pamungkas, 24 December 2008

Hasil Minor Indonesia dalam Piala AFF tahun ini, tak pelak membuat Tim Nasional Indonesia banyak mendapat sorotan dari masyarakat, cacian serta kritik silih berganti menerpa tim ini. Walaupun tidak sedikit yang masih memberi apresiasi yang positif, akan tetapi nada-nada sumbang lebih banyak terdengar secara keseluruhan. Masyarakat mulai mengevaluasi kinerja tim menurut sudut pandang mereka masing-masing, pers mulai mencari kambing hitam tentang kegagalan kita kali ini. Lini per lini mulai dinilai, individu per individu mulai disorot kinerjanya, dan hampir semuanya mendapatkan nilai merah..
Dari sekian banyak punggawa Tim Nasional Indonesia, mungkin nama Bambang Pamungkas paling banyak mendapat sorotan. Pemain yang identik dengan lini depan Tim Nasional Indonesia selama 1 dekade terakhir ini, banyak mendapatkan kritik, karena tidak mampu mengeluarkan penampilan terbaiknya, selama Piala AFF diselenggarakan. Pemain yang selalu mengenakan No. 20 ini dinilai telah habis masa keemasannya, sudah tidak lagi berbahaya, sudah tidak pantas lagi berada di garis depan, dan sudah saatnya menanggalkan seragam kebesaran Merah Putih…
Sejujurnya saya sendiri setuju dengan pendapat masyarakat yang sangat menyudutkan saya. Secara fair harus saya katakan bahwa penampilan saya selama Piala Aff kali ini jauh dari kata baik, hanya mencetak 2 gol dari 5 kali penampilan, jelas suatu hasil negatif bagi pemain seperti saya. Penampilan saya selama ajang ini memang jauh dari sosok Bambang Pamungkas yang selama ini dikenal publik…
Banyak email yang masuk melalui web saya, atau ada juga yang memberikan komentar melalui Facebook saya yang isinya sangat beragam, ada yang masih memberikan dukungan akan tetapi tidak sedikit yang memberikan cacian. Ada yang memberi komentar dengan bahasa yang baik, ada juga yang sedikit berbasa-basi, akan tetapi ada yang menggunakan bahasa yang cukup kasar dalam mengkritik penampilan saya…
Secara pribadi saya bisa menerima semuanya dengan lapang dada, karena memang itu adalah bagian dari tanggung jawab saya sebagai pemain nasional, mereka hanya berusaha memberi penilaian secara jujur. Teori menjadi pemain nasional sebenarnya sangat sederhana, jika Tim Nasional sukses maka anda akan dipuji setinggi langit, akan tetapi sebaliknya ketika Tim Nasional gagal anda akan dicaci-maki habis-habisan…
Akan tetapi satu hal yang membuat saya sedikit miris adalah, mengapa kegagalan Tim Nasional kali ini terkesan hanya menjadi tanggung jawab saya, diluar konteks pelatih tentunya. Saya adalah pemain yang paling banyak menjadi sasaran tembak masyarakat, bahkan salah satu koran terkemuka sampai memberikan kolom khusus dalam menilai kiprah saya selama AFF. Dalam kolom tersebut, mereka menyebutkan bahwa kegagalan saya untuk bersinar salah satunya dikarenakan perselisihan saya dengan M. Ilham, sehingga saya kurang mendapat pasokan bola dari gelandang. Ehm.. saya tidak habis pikir dengan gosip yang mereka sembulkan ini, secara jujur saya katakan bahwa saya tidak pernah mempunyai masalah pribadi dengan M. Ilham. Setiap pemain dalam tim memang sering berdiskusi bahkan sampai berdebat, akan tetapi selalu masih dalam konteks yang positif dan sehat. Menurut saya mereka hanya mencoba memancing di air keruh…
Jika saya tidak mampu mencetak gol, itu murni kesalahan saya. Jadi arahkan saja moncong senapan anda ke arah saya dan mulailah menembak, tidak perlu anda membuat “Collateral Damage” atau mencoba membuat kerusakan di sisi yang lain. Mungkin ini sudah menjadi konsekuensi saya sebagai pemain yang selalu menjadi tumpuan harapan masyarakat, masyarakat selalu berharap lebih pada diri saya..
Akan selalu terjadi konflik, jika seorang Bambang Pamungkas gagal mecetak gol dalam 3 atau 4 pertandingan, baik di liga maupun Tim Nasional. Ketika saya gagal bermain baik semua orang mengkritik gaya bermain saya, yang kurang agresiflah, terlalu sering menunggu bola, dll. Akan tetapi jika saya mulai bermain baik dan kembali mencetak gol di setiap pertandingan, orang tidak akan lagi perduli dengan gaya apa saya bermain. Yang terpenting adalah, saya berhasil melewatkan bola di garis diantara 2 tiang gawang, TITIK…!!!
Dalam sebuah buku, Michael Jordan pernah menyebutkan “It’s Always Special Treatment For Special Person” yang kurang lebih berarti akan “Selalu ada perlakuan yang spesial untuk seseorang yang spesial”. Mungkin ini adalah salah satu perlakuan spesial publik terhadap diri saya. Mereka akan memuji saya lebih dari pemain yang lain ketika saya berhasil, begitu pula sebaliknya, mereka akan memendam saya lebih dalam dari pemain lain ketika saya gagal. So itu artinya, saya adalah pemain yang spesial dimata mereka he he he..
Lebih dari pada itu, saya adalah pribadi yang menyukai tekanan. Seperti yang saya sering kemukakan, bahwa “Sepakbola tanpa tekanan, bagaikan makan makan nasi putih panas + sambel trasi tanpa ikan asin + pete” kurang nendang..
Karena sejatinya apapun profesi anda, selalu dibutuhkan tekanan. Karena “Tekanan akan membuat anda selalu terjaga, tekanan akan membuat anda selalu merasa harus belajar, dan tekanan akan selalu membuat anda berusaha menggali kemampuan anda sampai batas maksimal”..
Jika Anda sempat melihat partai tinju, antara Oscar Dela Hoya Vs Manny Paqiuao, yang dimenangkan oleh petinju Philipina tersebut. Pada akhir pertandingan dalam sebuah wawancara, terdapat sebuah pertanyaan yang sangat menarik “Oscar, apakah Anda akan pensiun setelah kekalahan ini..? Anda tau apa jawaban Oscar..?? “When the true champs like Manny Beat You, There’s still another day”.. So do i.. Masih ada hari esok, memang betul saat ini saya gagal, tetapi tidak ada alasan bagi saya untuk berbalik arah dan berlari…
“Karena dengan berhenti berusaha, maka kita tidak lebih baik dari seorang pengecut”
Tim Nasional adalah tanggung jawab semua pemain sepakbola di negeri ini termasuk saya, saya tidak akan pernah berhenti sampai tenaga saya tidak lagi dibutuhkan. Ini bukan karena serakah atau tidak tau diri, akan tetapi lebih kepada tanggung jawab moral dan rasa cinta saya terhadap olahraga yang telah membesarkan nama saya..
Bermain untuk Tim Nasional memang membutuhkan mental yang kuat, karena Anda harus selalu siap dengan terpaan badai dari segala penjuru, oleh karena itu tidak semua pemain“BERANI DATANG” untuk memenuhi panggilan Tim Nasional…
Bagi saya sendiri kapanpun pelatih tim nasional memanggil saya melalui telephone dan membutuhkan tenaga saya, seketika itu juga saya akan mengemas barang saya dan berangkat menuju Asrama Tim Nasional. Itu adalah komitmen saya sejak pertama kali saya diberi kehormatan menggunakan seragam Kebesaran Merah Putih 9 tahun lalu..
Dan satu hal lagi, saya siap menerjang apapun badai yang akan menerpa saya, karena “SAYA BUKANLAH SEORANG PENGECUT….!!!!”

Biografi BAMBANG PAMUNGKAS


JAKARTA – Salah satu pemain terbaik yang pernah dilahirkan Indonesia, Bambang Pamungkas, membukukan kemampuannya yang lain yang bukan dengan kaki: menulis otobiografi.
Bertajuk Bepe20: Ketika Jemariku Menari, penyerang klub Persija Jakarta itu secara resmi meluncurkan buku karyanya itu di Kantor Redaksi Bola, Jln. Palmerah Selatan, Jakarta, Sabtu (16/4/2011), dihadiri wartawan dan puluhan penggemarnya.
Pada buku setebal 383 halaman itu Bepe — nama populernya — mengupas perjalanan kariernya, menjawab banyak pertanyaan yang belum diketahui publik, berbagi pandangan dan kritik seputar tim nasional, klub, hingga PSSI.
Menurut pria kelahiran Getas, Kebupaten Semarang, 10 Juni 1980 itu, salah satu alasannya membuat tulisan sendiri dan kemudian mempublikasikannya — bermula dari blog di tahun 2007 — adalah ia ingin masyarakat mengetahui pribadi dan pikiran-pikirannya secara langsung, tidak melulu dari media massa, yang dinilainya kerap bias.
“Saya ‘terpaksa’ menulis karena sering kali saya tidak puas dengan apa yang dikatakan media. Dengan menulis sendiri, tanpa diedit, saya ingin masyarakat bisa tahu kehidupan saya, dari awal sampai sekarang, sebagai pribadi maupun pemain sepakbola,” tutur Bepe.
“Dengan menuliskan apa-apa yang pernah saya alami dan sampaikan, saya bisa terus belajar, termovitasi untuk lebih baik lagi, dan agar saya senantiasa ‘menginjak bumi’.
“Saya juga ingin berbagi pengalaman dengan pemain-pemain lain termasuk untuk generasi setelah saya, bahwa misalnya, tidaklah gampang menjadi pemain timnas. Banyak tekanan ketika kita menjadi pemain timnas,” sambungnya.
Buku tersebut bersampul hitam dengan foto Bepe berpakaian jas gelap berdasi, sambil memegang bola.
Di bagian awal buku terdapat testimoni berbagai kalangann dan juga komentar via akun jejaring sosial Twitter, mulai dari pelatih, manajer, sesama pemain, sampai teman-teman dekatnya.
“There is only 1 MAN, 1 HERO, and 1 LEGEND … His name is … Bambang Pamungkas!” Demikian sebuah testimoni dari penyerang “baru” timnas Indonesia, Irfan Bachdim, di buku tersebut.
Garis besarnya buku Bepe terdiri tiga bagian, yaitu mengulas hal-hal seputar timnas, klub, dan umum. Di tengah-tengahnya disisipi kumpulan foto perjalanan hidup dan karier, serta foto artistik khusus yang dilakukan di dalam studio.
Yang tak kalah menarik, semua hasil penjualan buku akan disumbangkan Bepe kepada dua yayasan yang selama ini mendukung dia, yaitu syair.org (Syair Untuk Sahabat Foundation), serta Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, sebuah yayasan yang peduli pada anak yang hidup dengan kanker.
“Sebagai manusia kita punya tanggung jawab moral. Saya sempat bertanya pada diri sendiri, ’saya cuma pemain bola, apa yang bisa saya lakukan?’ Kemudian saya diberitahu ada yayasan ini. Saya juga berharap, lebih banyak lagi orang yang tergerak hatinya untuk membantu saudara-saudara yang tidak seberuntung kita,” tutur bapak tiga anak dan suami Tribuana Tungga Dewi itu.
Saat ditanya alasan memakai kalimat “jemari menari” sebagai judul buku pertamanya itu — tulisan pertama Bepe adalah sebuah surat (terbuka) untuk The Jakmania di tahun 2004 –, dia menjawab:
“Menulis adalah sebuah ekspresi yang tidak memakai kaki, tapi tangan, dan dengan itu saya mengekspresikan pemikiran-pemikiran, pemahaman-pemahaman saya tentang sepakbola dan kehidupan saya.”
“Apa yang saya tuliskan ini adalah sebenar-benarnya, mencoba sangat jujur. Yang salah ya salah, yang bagus saya katakan bagus,” tutup pemilik 86 caps dan pengoleksi 39 gol untuk timnas Indonesia itu (termasuk ujicoba internasional).